Jumat, 09 Desember 2016

BILA CINTA RASULULLAH, MAKA BELA AL QUR’AN!

Foto Aksi Super Damai 212 - Aksi Bela Islam III (dokumen pribadi)

Pada momentum Maulid Nabi tahun lalu (1437 H), saya membuat catatan dengan judul Mengokohkan Identitas Diri sebagai Pewaris Nabi. Dalam catatan itu saya mengajak untuk bersama memahami urgensi identitas diri. Karena ia modal utama bagi kita sebagai makhluk sosial, pun modal utama kita sebagai muslim dalam berdakwah yang merupakan esensi pengejawantahan interaksi sosial. Kita dapat saling mengenal bila ada identitas diri yang bisa dikenali. Kitapun dapat berdakwah bila ada identitas diri yang menampilkan kualitas pribadi.


Lalu dalam catatan itu pula saya mengajak untuk bersama menjadi pewaris Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan memahami akan hal yang hendaknya kita warisi dan langkah teknis untuk menjadi pewaris Nabi. Singkatnya, yang hendaknya diwarisi adalah al Qur’an dan langkah teknisnya untuk menjadi pewaris Nabi adalah mewarisi ilmu. Sementara kita juga memahami bahwa semua ilmu yang ada dalam kehidupan ini asalnya dari Allah subhanahu wata’ala; yang diturunkan berupa firman dan ilham. Firman hanya diturunkan kepada Nabi dan Rasul-Nya, sementara ilham diturunkan kepada siapa saja. Adapun dari semua ilmu yang ada di dunia ini, maka ilmu yang utama adalah firman-Nya yang diturunkan kepada penutup para Nabi dan Rasul, yaitu Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Itulah al Qur’an yang dijamin keterjagaannya oleh Allah azza wa jalla. Maka mewarisi ilmu untuk menjadi pewaris Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, sesungguhnya dengan mewarisi al Qur’an.

Oleh karena itu, ada baiknya kita luangkan waktu sejenak untuk menyelami pewarisan al Qur’an dalam momentum Maulid Nabi kali ini. Terlebih di tahun 1438 H ini kita baru saja melalui momentum pembelaan al Qur’an yang begitu dahsyat setelah adanya penistaan atasnya yang terlontar dari lisan seorang pemimpin kafir nan zalim. Selain memang karena al Qur’an memiliki korelasi yang kuat dengan momentum Maulid Nabi, sebab al Qur’an adalah akhlaq Rasulullah. Maka bila kita mencintai Rasulullah, hendaknya kita tak luput membela al Qur’an.

Membela al Qur’an

Aksi Bela Islam 411 dan Aksi Bela Islam 212 bagaimanapun tidak bisa begitu saja terlupakan. Bahkan ia sangat layak dicatat dalam sejarah. Berjuta-juta umat Islam dari penjuru nusantara datang ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan biaya masing-masing untuk satu tujuan; menuntut agar penista al Qur’an diadili segera!

Tapi sadarkah kita ketika Aksi Super Damai 212 diadakan pada awal bulan Rabi’ul Awwal? Ini adalah bulan kelahiran Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Maka aksi yang mencerminkan kecintaan kita kepada al Qur’an itu bertemu dengan bulan yang menjadi momentum refleksi kecintaan kita kepada Rasulullah. Bedanya, bila kecintaan kepada Rasulullah sudah sangat sering kita tampilkan dalam seremonial-seremonial Maulid, maka kecintaan kepada al Qur’an mungkin baru menemukan momentum penghayatannya dalam aksi-aksi tersebut. Padahal, sesungguhnya bila kita giat menanamkan kecintaan kepada Rasulullah, hendaknya juga tak kalah giatnya menanamkan kecintaan kepada al Qur’an. Sebab al Qur’an itulah risalah Rasulullah. Al Qur’an itulah warisan Rasulullah. Dan bila kita merujuk pada istilah dari ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa sesungguhnya akhlaq Rasulullah adalah al Qur’an.

Satu hal pula yang hendaknya kita pahami, bahwa semua usaha untuk menampilkan bukti cinta kita kepada Rasulullah dan al Qur’an itu semata-mata untuk sebuah kemuliaan di hari akhirat kelak. Sebab Rasulullah pernah bersabda, “Seseorang itu bersama orang yang dicintainya pada hari kiamat.” Maka bila kita mencintai Rasulullah, satu harapan kita agar kelak di akhirat dapat bersama beliau. Begitupun bila kita mencintai al Qur’an, satu pula harapan kita agar kelak di akhirat dapat dibersamainya sebagai pembela. Oleh Karena itu, membela al Qur’an sesungguhnya menyimpan harapan agar kita dibela al Qur’an di hari akhirat kelak.

Mencintai Rasulullah

Bukti cinta kita kepada Rasulullah adalah bila kita mampu meneladani beliau dan melanjutkan warisannya. Meneladani kepribadian Qur’aninya, di mana seluruh laku hidupnya terbimbing oleh al Qur’an. Dan melanjutkan warisannya berupa al Qur’an, dengan merawat segenap kata dan makna yang dikandungnya.

Meneladani kepribadian Qur’ani itulah esensi dari pembelaan kita kepada al Qur’an. Sementara untuk dapat meneladaninya kita hendaknya selalu merawat segenap kata dan makna yang dikandungnya. Bahwa kita menglafalkan kata-katanya dan menunaikan makna-maknanya. Sebab kita tak mungkin menunaikan makna-maknanya tanpa melafalkan kata-katanya, pun kita tak guna hanya melafalkan kata-katanya tanpa menunaikan makna-maknanya.

Maka yang jauh lebih penting dalam momentum Maulid Nabi bukanlah pada seremonial-seremonial semata, melainkan bagaimana meningkatkan komitmen kita dalam melafalkan kata-kata dan menunaikan makna-makna yang dikandung al Qur’an sebagai akhlaq Rasulullah dan warisannya. Bila kemarin dalam Aksi Bela Islam kita telah tampil bersama sebagai pembela al Qur’an, maka pada momentum Maulid Nabi kali ini kita tegaskan komitmen kita terhadap al Qur’an. Bahwa kita akan berkomitmen selalu melafalkan kata-katanya dan menunaikan makna-maknanya dalam semua episode kehidupan.

Epilog

Demikianlah korelasi nan erat antara Rasulullah dan al Qur’an. Bahwa Rasulullah yang membawa risalah al Qur’an, dan al Qur’an yang merupakan akhlaq Rasulullah. Siapa yang meragukan pembawa risalah, maka ia telah kafir karena cacat keimanannya terhadap Rasulullah. Adapun siapa yang meragukan makna-makna dari risalah, maka ia telah munafiq karena mengimani namun enggan mengamalkan.

Begitulah perkara pelecehan terhadap al Qur’an dari masa ke masa, berkisar pada dua hal tersebut. Sebagiannya melecehkan dengan meragukan pembawa al Qur’an, dan mereka itulah orang-orang kafir. Yang mempertanyakan; apakah Muhammad benar Rasulullah dan apakah Muhammad benar menerima al Qur’an? Lalu sebagiannya melecehkan dengan meragukan makna-makna dari al Qur’an, dan mereka itulah orang-orang munafiq. Yang mempertanyakan; apakah benar maknanya demikian? Padahal intinya mereka enggan untuk mengamalkan makna tersebut.

Bila cinta Rasulullah, maka bela al Qur’an! Sepenuh kata dan makna yang dikandungnya, jadikanlah sebagai akhlaq diri. Semoga kemuliaan teranugerahkan kepada kita, kemuliaan yang mampu membungkam para penista.


Jum’at, 9 Desember 2016

Muhammad Irfan Abdul Aziz
SMART (Studi Masyarakat untuk Reformasi Terpadu)


Tidak ada komentar: