Minggu, 16 Agustus 2015

ALUR PEMBANGUNAN KARAKTER



Forum Lingkar Pena hadir sebagai sarana menguatkan karakter Muslim dan bangsa dengan nilai-nilai yang disampaikan melalui tulisan. Yang karenanya, ditanamkan dalam setiap diri kader FLP, visi menghadirkan karya-karya yang mencerahkan. Dengan pencerahan itu, harapannya tatanan sosial kehidupan umat dan bangsa semakin membaik. Bahwa individu yang semula lesu, menjadi penuh semangat berpacu. Begitupun komunitas yang semula rapuh tergoyah isu, menjadi kokoh bersatu padu.

Kemudian kita pun sadar, bahwa perbaikan yang mendasar itu sejatinya bermula dari perbaikan karakter individu. Setidaknya tentang bagaimana setiap individu berinteraksi, merespon dan bersikap. Karenanya, bila FLP ingin berkontribusi mencerahkan kehidupan umat dan bangsa, maka hendaknya para penulis FLP secara konsisten memperhatikan aspek-aspek pembangunan karakter individu dalam segenap karyanya.
Kita bersyukur, ustadz Habiburrahman el Shirazy atau yang akrab disapa Kang Abik telah maju ke hadapan khalayak dengan novel-novel “Pembangun Jiwa”. Kita juga bersyukur dengan bunda Helvy Tiana Rosa (Ketua Umum pertama FLP) yang telah hadir mengusung sastra moral untuk membangun karakter bangsa. Begitu juga kang Muhammad Irfan Hidayatullah (Ketua Umum kedua FLP) yang banyak hadir dengan karya-karya perenungan jati diri manusia, mbak Izzatul Jannah (Ketua Umum ketiga FLP) yang telah banyak menghadirkan buku-buku kepribadian anak-remaja-perempuan, serta mbak Sinta Yudisia (Ketua Umum keempat FLP) yang konsen pada karya-karya berbumbu psikologi.
Tentu! Pembangunan karakter individu itu memang selayaknya menjadi fokus karya-karya kader FLP, bila komunitas ini memang ingin hadir untuk mewujudkan visi pencerahan bagi kehidupan manusia. Fokus ini pula yang hendaknya terus dijaga oleh semua kader FLP dari masa ke masa.
Namun, kiranya ada satu pertanyaan yang perlu kita ajukan untuk evaluasi proses pembangunan karakter yang telah bergulir hingga kini. Bila kita sehari-hari bergelut dengan alur cerita atau alur naskah, maka sejauh mana kita telah menghayati alur semestinya dalam pembangunan karakter yang menjadi target dakwah pena kita?
Dari mana kita memulai? Bagaimana kita berproses? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang perlu menjadi perenungan bersama, agar optimal usaha kita dalam membangun karakter.
Sebagai seorang Muslim, tentu kita perlu melirik teladan Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam terlebih dahulu dalam setiap usaha menjalani kehidupan ini; merekronstruksi ulang kehidupan, maupun membangun karakter individu-individunya.
Apa sesungguhnya yang telah dilakukan oleh Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam untuk pembangunan karakter? Apa nilai karakter utama dan pertama yang ditanamkan oleh Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam pada setiap individu sahabat-sahabatnya?
Ada ungkapan menarik dari Ibnul Qayyim, ketika beliau berkata bahwa iman itu asasnya adalah kejujuran. Sebaliknya, beliau juga mengatakan bahwa nifaq asasnya adalah kedustaan. Lalu kata beliau, “Tidak akan pernah bertemu antara kedustaan dan keimanan melainkan akan saling bertentangan satu sama lain.”
Menarik! Karena jujur itu identik bagi iman. Maka, kaum mu’min sejatinya menjaga nilai kejujuran. Bila kejujuran telah pudar dari dirinya, maka imannya pun cacat.
Rasulullah shalallahu ’alaihi wasalam pun meninggalkan salah satu wasiat sabdanya, “Kalian harus jujur, karena jujur itu bersama-sama dengan kebaikan yang sempurna. Keduanya akan berada di dalam surga. Dan hati-hatilah kalian dengan berbohong, karena bohong itu bersama-sama perbuatan dosa yang terus-menerus. Keduanya akan masuk neraka....” (HR. Bukhari, Ahmad, dan Ibnu Majah)
Begitulah nilai pertama yang ditanamkan oleh Rasulullah; Kejujuran. Sehingga ketika ada seorang pemuda yang datang ingin memeluk Islam, lalu menyatakan bahwa dirinya tidak mampu meninggalkan kebiasaan buruknya seperti berjudi, meminum khamar dan berzina, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Tidak apa-apa.”
Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bertanya, “Maukah engkau berjanji untuk meninggalkan dusta?”
Pemuda itu balik bertanya, “Cuma itu syaratnya, wahai Rasulullah?”
“Ya,” jawab Rasulullah. Pemuda itupun berlalu dengan tenang. Namun di kemudian hari ia tersadar, ternyata sikap jujur itulah yang akhirnya mengharuskan ia meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiat itu. Sebab dengan kejujuran, ia harus mengakui perbuatannya. Dengan kejujuran pula, ia harus menerima konsekuensi sanksi dari perbuatannya.
Sungguh, Kejujuran adalah nilai karakter yang utama dan pertama. Bahkan, Ibnul Qayyim juga menyatakan bahwa Kejujuran adalah nilai bagi kebesaran seseorang dan sebuah bangsa. “Jujur adalah predikat bangsa besar. Berangkat dari sifat jujur inilah terbangun semua kedudukan agung dan jalan lurus bagi para pelakunya. Barangsiapa yang tidak menempuh jalan ini, niscaya ia akan gagal dan binasa. Dengan sifat jujur inilah, akan terbedakan antara orang-orang munafik dengan orang-orang beriman dan akan terbedakan antara penghuni surga dengan penghuni neraka,” begitu kata Ibnul Qayyim.
Memang begitulah. Sebab, sebaliknya, berbohong adalah pangkal segala dosa. Dan kerusakan-kerusakan karakter serta kehidupan bangsa kita saat ini, pangkalnya adalah hilangnya kejujuran berganti dengan kebiasaan berbohong.
Setelah nilai kejujuran itu kita tanamkan, maka alur kedua adalah menanamkan nilai tanggungjawab. Dan bila nilai kejujuran sudah benar-benar tertanam, sesungguhnya secara otomatis akan lahir nilai-nilai tanggungjawab. Sebab, bila ada yang melakukan kesalahan, maka ia akan mengakuinya dan tentunya siap bertanggungjawab atas kesalahannya. Sesungguhnya, hilangnya rasa tanggungjawab, karena hilangnya pribadi yang jujur.
Setelah nilai kejujuran tertanam, lalu nilai tanggungjawab juga tertanam, alur selanjutnya adalah menanamkan nilai keberanian. Bahwa keberanian lahir dari kejujuran dan tanggungjawab. Bila jiwa jujur dan bertanggungjawab, maka ia akan tampil menjadi pemberani yang menyelamatkan hak atas kedzaliman.
Bahkan seorang da’i yang ditaqdirkan menjalani hukuman penjara bukan karena kesalahannya menyatakan, “Orang yang memiliki kejujuran dengan sendirinya telah menyelamatkan orang lain dari tuduhan keji, pencemaran nama baik, bahkan bisa jadi hukuman yang dijatuhkan tidak pada pelaku yang sebenarnya.”
Demikianlah alur pembangunan karakter kita. Tanamkan pondasi nilai kejujuran, yang karenanya ia akan memiliki nilai tanggungjawab atas segala yang diperbuat, sehingga ia memiliki nilai keberanian dalam menyelamatkan kemanusiaan.
Oleh karena itu, jangan heran bila sekarang kedzaliman merebak. Karena orang tak lagi memiliki Keberanian untuk membela yang benar, hal itu disebabkan oleh hilangnya rasa Tanggungjawab sang pelaku kesalahan, dan itu semua berpangkal dari hilangnya nilai-nilai Kejujuran dalam diri kita.
Semoga, memasuki usia ke-71 Republik Indonesia, segenap kader-kader Forum Lingkar Pena dapat semakin giat membangun karakter ummat dan bangsa melalui pena-penanya. Bahwa di setiap karya harus menjunjung nilai Kejujuran, lalu nilai Tanggungjawab, hingga kemudian nilai Keberanian.
Tentu nilai-nilai itu harus ditanamkan dalam diri setiap kader FLP terlebih dahulu. Bila tidak memiliki nilai tersebut, maka akan sulit menjunjung nilai-nilai itu dalam karya-karyanya.
Dan alurnya tetaplah demikian. Kejujuran didahulukan sebelum Tanggungjawab dan Keberanian. Sebab bila Keberanian didahulukan tanpa Kejujuran, maka akan lahir sikap-sikap Berani namun gagal membela kemanusiaan. Lebih-lebih di era ‘manipulasi media’ yang marak belakangan ini.
Selamat Kader FLP! Dirgahayu Republik Indonesia! Teruslah komitmen mengikuti alur pembangunan karakter sebagaimana yang diteladankan Rasulullah, semoga masa depan kita adalah keceriaan bersama.[]

KM 97, 14 Agustus 2015
Muhammad Irfan Abdul Aziz
Staff Divisi Kaderisasi BPP FLP


5 komentar:

Ali Muakhir mengatakan...

Luar biasa Mas.

www.alimuakhir.com

Irfan Azizi mengatakan...

hatur nuhun, kujungannya kang...

kokonata mengatakan...

Saya pikir tulisan ini tenatng tips penulisan. Ternyata lebih dari sekadar itu

Mahfuzh Huda mengatakan...

Bang Irfan keren banget lahh.. FLP banget ini mah tulisannya.. Kalau saya apaan aduh.. cuma tulisan hasil iseng.. XD

Irfan Azizi mengatakan...

jadi malu sama mas Koko n mas Mahfuzh... mohon bimbingannya, mas...