Senin, 13 Juli 2015

SAUDARAKU… KEJUJURAN ADALAH PEREKAT PERSAUDARAAN KITA



“Salah satu kriteria keluarga ideal yang dapat membantu seseorang dalam proses memiliki karakter yang baik adalah adanya trust (kepercayaan).”
Saya merenungi dalam kalimat tersebut yang tertutur dari lisan seorang tokoh dakwah negeri ini. Kepercayaan? Kepercayaan itu penguat karakter, dan karakter yang kuat akan menguatkan ikatan persaudaraan.

Lalu Sang Da’i itu menyodorkan kisah, saat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam pernah ditanya, “Apakah seseorang bahkan yang telah memeluk Islam mungkin mencuri, berbuat zina, dan minum khamar?” Beliau shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab, “Mungkin. Tetapi ia tidak boleh berdusta.”
Lagi-lagi, saya harus menyelami dalamnya makna penggalan kisah itu. Dusta? Dusta itu merapuhkan karakter, dan karakter yang rapuh akan mengendorkan ikatan persaudaraan.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam menolelir adanya pelanggaran syar’i, namun beliau shalallahu ‘alaihi wasalam tidak menolelir akan rusaknya sebuah nilai kepercayaan. Seseorang muslim dengan segala kekhilafannya mungkin saja melakukan pencurian, melakukan zina, dan sebagainya. Namun ia sama sekali tidak boleh berkata bohong. Karena dengan sebab bohong itulah akan terjadi kehilangan kepercayaan di lingkungan internal; apakah itu keluarga, ataupun itu perkumpulan lainnya.
Sang Da’i itu kemudian menyentak dengan sebuah pertanyaan, “Kenapa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam begitu melarang kebohongan?” Tiba-tiba suasana kota perjuangan Bandung serasa tak lagi menguarkan aroma keberanian, bahkan sekadar keberanian menjawab pertanyaan itu.
Dalam diam yang bingung, saya akhirnya menerima jawabannya. “Karena berbohong adalah ra’su dzunub (pangkal segala dosa),” pungkas Sang Da’i.
Darinya, saya belajar... Bahwa semua komponen dalam rumah tangga ataupun dalam organisasi, tidak boleh ada yang kehilangan kepercayaan satu sama lain. Sebab hilangnya rasa saling percaya, menyebabkan hilangnya soliditas. Pupus sudah daya rekatnya, karena masing-masing sudah kehilangan kepercayaan.
Kejujuran itu, sejatinya menyambung komunikasi, dan bukannya memutusnya. Ia melancarkan komunikasi, dan bukan membatasinya. Kejujuran itu, sejenak mengendorkan ego diri, untuk sebuah pemakluman bersama. Pada kejujuran, kita menurunkan makna cinta karena Allah. Uhibbukum fillah, saya jujur karena Allah Maha Mengetahui.
Sampai di langkah kita saat ini, apakah kita sudah jujur? Baik kepada diri sendiri, maupun kepada orang-orang di lingkaran kita. Bahwa pada kejujuran itulah, kita pertaruhkan persaudaraan kita. Pada kejujuran itulah, soliditas kita diuji.
Semoga... Semoga usia persaudaraan kita seiring usia kebersamaan kita. Jangan sampai kita bersama, namun tak lagi bersaudara.
Yaa Rabb, karuniakan kami kejujuran… Agar kami dapat saling mencintai dengan sepenuh kepercayaan.

Jakarta, 26 Ramadhan 1436 H, 2.15 PM
Akhukum fillah,
Muhammad Irfan Abdul Aziz


Tidak ada komentar: