عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. ]رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ[
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasannya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam. Siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Keimanan kita, mestinya melahirkan rasa aman pada sesama. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ini. Imam Bukhari meletakkan hadits ini pada Kitab Adab. Sementara Imam Muslim meletakkan hadits ini pada Kitab Iman. Hal ini mengisyaratkan bahwa Iman dan Adab itu saling tertaut. Bila ada iman, mestinya ada adab. Bila tiada adab, mungkin ada masalah pada iman. Maka, kita perlu menautkan iman dan aman, yang merupakan buah dari adab. Ya, adab atau akhlak itu akan menghadirkan rasa aman pada sesama, pada tetangga, pada siapa saja.
Hadits riwayat Abdurrahman bin Shakhar ad Dausi alias
Abu Hurairah radhiyallahu anhu ini merupakan hadits yang singkat dan padat.
Oleh karenanya, meskipun tampak sederhana namun mesti sungguh-sungguh kita
perhatikan karena menyimpan kandungan yang begitu istimewa. Ibnu Hajar
menegaskan bahwa tiga perkara akhlak yang disampaikan dalam hadits ini
merupakan keutamaan yang mesti diperhatikan, dan itu sesungguhnya terkait
ucapan serta perbuatan yang berdampak bagi kehidupan manusia di dunia maupun di
akhirat.
Begitulah, hubungan masyarakat sangat terkait dengan adab, perkataan yang baik dan memuliakan tetangga atau tamu. Bila hal tersebut melekat pada diri kita, maka akan berdampak baik bagi hubungan kita dengan masyarakat.
Adab Lisan
Lisan kita akan beradab bila kita berkata yang manfaat, sedikit bicara dan sesuai kebutuhan. Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala perintahkan dalam surat al Mu’minun ayat 3, “Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.” Laghwun dalam ayat ini dimaknai sebagai perkataan yang bersifat gunjingan, adu domba, dan pencemaran nama baik. Itulah perkataan yang tidak berguna. Maka, perkataan yang bermanfaat adalah perkataan yang tiada hal-hal tersebut.
Selain perkataan yang bermanfaat, adab lisan kita juga
terejawantah pada sedikitnya bicara. Sebagaimana yang Rasulullah shalallahu
alaihi wasallam sabdakan, “Janganlah kalian memperbanyak perkataan selain zikrullah,
karena sesungguhnya perkataan selain dari zikrullah itu mengeraskan hati, dan
sesungguhnya sejauh-jauh manusia dari sisi Allah adalah orang yang keras
hatinya.”
Bilapun berbicara, maka sesuai kebutuhan. Inilah yang juga akan menguatkan adab lisan kita. Demikianlah, kita menjaga adab lisan dengan berkata yang manfaat, sedikit bicara dan sesuai kebutuhan. Sehingga keimanan kita dapat istiqomah. Sebagaimana diriwayatkan oleh Anas, bahwasannya Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Tidak istiqomah keimanan seorang hamba hingga istiqomah hatinya, dan tidak istiqomah hatinya sampai istiqomah lisannya.”
Memuliakan Tetangga
Tetangga kita akan termuliakan bila kita penuhi kebutuhannya, berikan manfaat dan hadiah. Sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang sedang tetangga di sampingnya kelaparan, padahal dia mengetahuinya.” Bahkan malaikat Jibril sering mengingatkan Rasulullah akan hak tetangga, sampai Rasulullah menyangka tetangga akan mewarisinya. Begitulah kebutuhan tetangga mestinya juga menjadi perhatian kita untuk dipenuhi.
Selain penuhi kebutuhan tetangga, memuliakannya juga
dengan memberikan manfaat. Keberadaan kita harus ada manfaatnya bagi tetangga.
Jangan sampai tetangga malah kehilangan manfaat dengan keberadaan kita. Rasulullah
shalallahu alaihi wasallam bahkan mengingatkan, “Jangan kalian menahan hak
tetangganya dengan memasang kayu pada dindingnya.”
Tambahkan pula dengan memberi hadiah. Karena Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Jangan kamu meremehkan pemberian tetangga untuk tetangganya, meski hanya dengan menghadiahkan sedikit tulang kambing.” Inilah yang juga akan memuliakan tetangga kita.
Memuliakan Tamu
Tamu kita akan termuliakan bila kita sambut dengan wajah ceria, kita ajak bicara dan kita sajikan hidangan. Tidak mudah berwajah ceria saat tamu datang, terlebih bila kita sedang dalam kondisi yang tidak luang. Hanya karena kita punya iman, maka kita bisa berwajah ceria karena penuh pengharapan akan balasan dari Allah.
Tidak mudah juga kita mengajak bicara tamu yang
datang, terlebih bila datang di waktu tidak tepat dan saat kita sedang
terburu-buru. Namun karena kita punya iman, maka kita akan berusaha mengajak
berbicara dengan sebaik mungkin semata-mata karena perintah memuliakan tamu
dari Allah dan Rasul-Nya.
Lebih dari itu, tidak mudah pula kita menyajikan hidangan. Apalagi bila kondisi keluarga kita sedang sulit. Tapi keimananlah yang akan membuat kita ringan dalam menyajikan hidangan, karena ada balasan akhirat yang kita harapkan.
Epilog
Ketiga perkara akhlak ini sangat terkait dengan
keimanan kita kepada Allah dan Hari Akhir. Berkata baik, memuliakan tetangga
dan memuliakan tamu adalah indikator keimanan kita kepada Allah dan Hari Akhir.
Dan sebaliknya, kita akan dapat berkata baik, memuliakan tetangga dan
memuliakan tamu bila kita mengimani Allah dan Hari Akhir. Karena sadar betul bahwa
lisan kita akan dihisab Allah pada Hari Akhir, sadar betul bahwa sikap kita
kepada tetangga dan tamu akan dihisab Allah pada Hari Akhir.
Mereka yang tak memiliki keimanan ini, maka akan semena-mena berkata, semena-mena kepada tetangga dan kepada tamu. Sebab ia hanya menghitung dengan ukuran dunia saja, lupa bahwa ada hitungan di akhirat kelak. Begitulah akhlak tumbuh dalam jiwa-jiwa orang beriman, karena adanya keimanan itu yang membuatnya akan selalu berhati-hati, selalu tampil sebaik-baiknya, dan tak akan semena-mena. Iman memang semestinya melahirkan rasa aman kepada sesama.
Pontianak, 28 Agustus 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar