Tuntas 34 provinsi roadshow Film
Tausiyah Cinta, dan diakhiri tepat pada hari terakhir tahun 2016. Itulah kabar
gembira yang saya terima senja hari 31 Desember 2016. Perjalanan nobar film
Tausiyah Cinta selama setahun lebih, tentu sesuatu yang istimewa. Tidak mudah
bertahan selama setahun, masuk ke pedalaman-pedalaman nusantara, dari ujung
Aceh hingga ujung Jayapura dan dari Natuna hingga Kupang.
Tanggal 5 Desember 2015 di XXI
Gandaria City, merupakan momentum yang selalu dikenang Humar Hadi selaku Sutradara
film Tausiyah Cinta. Perjalanan film inipun dimulai, dan semakin laju bergerilya
setelah resmi tayang reguler pada 7 Januari 2016. Tanpa terlalu peduli dengan
berapa lama bisa bertahan di XXI, layar film ini segera merambah ke pelosok
negeri. “Nobar TC selalu berkesan,” begitu kesan singkat Izharul Haq yang
menjadi Produser-nya.
“Awas nonton TC mengakibatkan
kecanduan, jantung berdebar, menangis haru, baper, gagal move on dan serangan
sulit tidur.” begitu kalimat yang tertera di tiket nonton bareng yang
digelar di Palu. Dan benar, Ikerniaty yang menjadi panitianya mengaku, bahwa
antusias di kantornya hingga beberapa pekan pasca nobar Tausiyah Cinta masih
sangat terasa. Ada sesuatu yang membekas di benak para penontonnya. Hingga
teman-teman di kantornya kemudian berburu soundtrack Tausiyah Cinta dari
sumber-sumber internet. Antusias itu memang telah terasa saat hari nobar, di
mana penonton terus berdatangan meski film telah mulai diputar. Selain memang jauh-jauh
hari, panitia setempat telah menjual tiket nobar di jalan-jalan sembari
mengikuti aksi demonstrasi damai yang saat itu berlangsung di kotanya.
Palu hanyalah satu contoh dari
sekian fenomena yang hampir sama di daerah-daerah lainnya. Seperti Pontianak yang
sampai menggelar 3 sesi pemutaran karena membludaknya jumlah penonton, sehingga
baru selesai jelang tengah malam. Di Medan lain lagi ceritanya, nobar Tausiyah
Cinta digelar dengan mengundang 100 anak yatim di Hall International CNI.
Perjalanan nobar Tausiyah Cinta
memang istimewa. Menghibur sekaligus mengajak tafakur, membahagiakan sekaligus
mengajak pada kepedulian. Bahkan di tengah-tengah rangkaian roadshow dari kota
ke kota tersebut, tim BedaSinema bersama jaringan CMN-nya turut menggalang dana
dari penonton Tausiyah Cinta yang didonasikan untuk korban kemanusiaan di
Aleppo. Saat itu terkumpul 25 juta rupiah yang diserahkan melalui Rumah Zakat
pada tanggal 18 Mei 2016.
Menjelang penghujung tahun,
rangkaian nobar Tausiyah Cinta semakin menjangkau pelosok negeri. Pulau Sebatik
termasuk pulau terluar dari wilayah nusantara yang tak ketinggalan untuk
membentangkan layar film Tausiyah Cinta. Pulau ini terletak di ujung Kalimantan
Utara yang dahulu sempat menjadi sengketa perbatasan dengan negara tetangga. Di
pulau perbatasan inilah layar film Tausiyah Cinta dibentangkan dengan mengusung
semangat ‘gelora perbatasan’. Semua itu tak luput dari spirit yang sejak awal memang
ditanamkan oleh film ini. “Karena cinta itu ditumbuhkan, bukan dicari,”
begitulah spiritnya.
Maka membentangkan layar di
pelosok-pelosok negeri sesungguhnya adalah bagian menumbuhkan cinta. Tim
BedaSinema paham betul, bahwa yang terpenting bukan mencari daerah-daerah yang
siap membentangkan layar, namun jauh lebih penting adalah datang ke semua
daerah untuk membentangkannya.
Selain pulau Sebatik, pada bulan
terakhir tahun 2016 juga telah dibentangkan layar Tausiyah Cinta di Gorontalo,
Ternate, Belitung, Pangkalpinang, dan Balikpapan untuk yang kedua kalinya.
Hingga Kupang, Ende, dan Lombok yang kedua kalinya pula. Maka bisa dikatakan,
Tausiyah Cinta menjadi film yang paling banyak ditonton tanpa bioskop.
Tampil di luar bioskop, bagaikan air
bahari yang mengalir tanpa dibatasi sekat-sekat ruang. Semuanya menyatu; dari
produser, sutradara, manajemen, pemain, hingga penonton. Inilah wajah bahari
dari negeri kepulauan Indonesia yang hendaknya kita tampilkan. Di ruang-ruang
tanpa sekat-sekat industri itulah kita berbhineka.
“Menyaksikan para penonton usai
nonton TC, tuh mata para penonton banyak yang lebam dan haru. Bahkan gak
sedikit yang bengong di tangga gedung acara atau sudut bangunan. Ah, mungkin
inilah cara TC dan kegiatan nobarnya terus digelar tanpa batasan. Karena pesan-
penuh hikmah harus terus disampaikan di segala penjuru,” begitu Azwar
mengenang kegiatan Sabtu-Minggu-nya selama roadshow TC setahun, berkeliling
dari satu kota ke kota lainnya. Azwar Armando adalah komandan Creative Muslim
Network, jaringan pendukung produk-produk kreativitas muslim yang diinisiasi
BedaSinema dan kini telah memiliki cabang di seluruh provinsi Indonesia.
Apa yang disaksikan oleh Azwar,
telah menjadi obat lelah baginya. Lelah memanjat untuk pasang layar sendiri,
seperti yang terjadi di Balikpapan. Lelah menjalani perjuangan yang luar biasa
untuk menyajikan Tausiyah Cinta ke daerah-daerah. Hal itu pula yang juga dikenang
oleh Ibas, yang turut mendampingi perjalanan Tausiyah Cinta. “Memorable
sekali dari awal TC sampai nobar dan ketemu pejuang kebaikan di penjuru kota di
Indonesia. Mencintai proses TC hingga sekarang,” ungkap pemilik nama
lengkap Suwandi Basyir itu.
Diana Eka Martiandani selaku Line
Produser punya refleksi tersendiri dari perjalanan Tausiyah Cinta. “Zaman
awal-awal belum berkumpul semua jaringan-jaringan ukhuwah teman-teman
nusantara, TC bukan apa-apa. Tak akan jadi apa-apa. Dari awal pencarian
investor sampai dana pribadi, perjuangan TC tak akan sampai di titik sekarang
tanpa ukhuwah nusantara,” ungkapnya menjelang setahun perjalanan Tausiyah Cinta.
Bila dirunut total perjalanan
Tausiyah Cinta, sesungguhnya telah lebih dari setahun. Sebab Tausiyah Cinta
telah memulai roadshow-nya bahkan sebelum film ini selesai. Tanggal 20
September 2015, itulah langkah awal roadshow Tausiyah Cinta yang memilih
menapakkan jejaknya pertama di Banjarmasin. Selain Banjarmasin, Batam pun telah
menggelar karpet merah bagi Tausiyah Cinta sebelum film ini jadi.
Tapi di sela-sela nostalgia
semuanya, Ratih Astrya selaku Sekretaris CMN Pusat mengingatkan akan makna lain yang semestinya tak luput
pula kita simak agar kehidupan kita semakin bijak. “Di balik suksesnya
seorang aktor, ada sutradara yang tak berhenti berpikir,” begitu selorohnya
berhikmah.
Memang begitulah kehidupan ini. Di
sekian gemerlap panggung, ada sudut-sudut sunyi penuh perenungan. Dari sekian
personil yang tampil, lebih banyak lagi yang tak tampil namun menopang di
balik-balik layarnya. Dari sekian banyak yang berperan apik, ada sedikit orang
yang menanggung beban untuk terus berpikir kreatif. Salah satunya adalah
sutradara. Dan mas Umank telah mempersembahkan film ini kepada kita semua,
dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
“Sebuah film sederhana yang
membekas di hati siapapun yang menontonnya,” begitu dahulu Humar Hadi atau
yang akrab disapa Umank itu menjawab saat dipinta mendeskripsikan film Tausiyah
Cinta.
Dia punya niatan, dan dia berusaha
mewujudkan niatannya itu. Maka di antara hati-hati yang telah disinggahi oleh
Tausiyah Cinta adalah anak-anak binaan Rumah Zakat. Mereka, menurut pengakuan
salah satu manajer wilayah-nya, semakin semangat menghafal al Qur’an selepas
menonton Tausiyah Cinta.
Alhamdulillah. Al Qur’an itulah
Tausiyah Cinta yang sesungguhnya. Maka dalam film ini, dominan dengan bacaan al
Qur’an di alur ceritanya. Karena tausiyah yang penuh kecintaan itu memang adanya
di al Qur’an, sebagai tausiyah yang langsung dari Rabb yang Maha Mengetahui segala
ruang jiwa hamba-Nya. Itulah tausiyah yang mengantarkan cinta kepada Rabb,
cinta kepada Nabi-Nya, cinta kepada rumah-Nya, cinta kepada firman-Nya, cinta
kepada agama, hingga cinta kepada dirinya sendiri dan semua yang ada di lingkungannya.
Maka sampailah pada cinta yang menentramkan sekaligus membuat berdaya.
Kini di tahun 2017, Tausiyah Cinta
itu akan beralih menuju 5 Penjuru Masjid, film baru dari BedaSinema yang akan tayang selanjutnya.
Bila tausiyah cinta itu adalah al Qur’an, maka persemaian terbaiknya adalah
masjid. Sehingga dengan 5 Penjuru Masjid yang disingkat 5PM itu, kita akan
dikenalkan akan esensi masjid yang telah lama terabaikan. Kita akan bercermin
dari 5 pemuda yang memulai perubahan setelah jatuh hati pada masjid.
Akhirnya kita menjadi paham. Mereka
yang telah menemukan tausiyah cinta dari al Qur’an dan merawat cintanya pada
masjid, sesungguhnya akan menemukan keberkahan cinta yang hakiki.
Cobalah dan rasakan bedanya dengan cinta-cinta yang tak tertaut pada al Qur’an
dan masjid!
Muhammad Irfan Abdul Aziz
Jakarta – Indragiri Hulu – Kampar -
Pekanbaru, 31 Desember 2016 – 11 Januari 2017
Jadi 5 Penjuru Masjid merupakan sekuel Tausiah Cinta?
BalasHapusbukan
BalasHapus