“Akan tetapi, ke
mana?” Begitu tanya Asaduddin Syirkuh kepada kakaknya Najmuddin Ayyub. Sang
kakak telah memutuskan untuk menetapi apa yang diminta oleh Bahrus (salah
seorang Gubernur Kesultanan Saljuk), bahwa keluarga Ayyub harus keluar dari
benteng Tikrit. Dan Najmuddin pula yang telah mengintruksikan kepada seluruh keluarga
dan warganya untuk keluar dari benteng yang telah mereka diami bermasa lamanya
itu sebelum matahari terbit esok harinya.
Asaduddin Syirkuh selaku panglima tentu tidak bisa
menolak, namun juga belum tenang karena belum mengetahui tempat yang akan
dituju. Bukan hanya dituju, melainkan juga untuk ditempati keluarga besar
mereka. Itu perkara yang tidak sederhana.
Tapi sang kakak yang juga pemimpin di keluarga Ayyub dan
seluruh penghuni benteng Tikrit tersebut menjawab dengan tenang meski hatinya masih
gundah. “Tidak ada orang
yang mungkin menerima kita selain Imaduddin.”
“Di saat semua khawatir pembalasan dendam Bahrus dan
pasukan Baghdad, Imaduddin
Zanki tidak demikian. Ia adalah laki-laki yang tangguh,” lanjut Najmuddin Ayyub
menjelaskan alasannya di hadapan para jajarannya.
Salah seorang dari mereka lalu bertanya, “Mengapa kau
yakin dia siap berkorban untuk menolong kita?”
“Karena kami beberapa tahun lalu mengorbankan jiwa untuk
menyelamatkannya,” jelas Najmuddin Ayyub. “Dan kita meminta bayaran harganya sekarang.”
Demikianlah kehidupan. Seperti Allah azza wa jalla pernah memberi
perumpamaan terkait perputaran zaman pasca peristiwa Uhud dengan firman-Nya
dalam surat Ali Imran ayat 140. “…Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami
pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya
Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya
sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim.”
Itu pula yang terjadi di banyak fenomena sejarah. Termasuk dalam
sejarah keluarga Zanki dan keluarga Ayyub. Sebelumnya, keluarga Ayyub yang
menolong keluarga Zanki karena menjadi buruan akibat pertentangannya dengan
Khalifah Kesultanan Saljuk. Lalu bertahun kemudian, keluarga Ayyub yang
membutuhkan pertolongan keluarga Zanki karena pengusiran salah seorang gubernur
Kesultanan Saljuk.
Dari kesadaran inilah, kita akhirnya juga dapat menemukan
pelajaran. Bahwa kita tidak pernah tahu bagaimana keadaan di masa yang akan
datang. Maka selagi kita punya kemampuan menolong orang lain, maka tolonglah!
Mungkin saja suatu saat kita yang membutuhkan pertolongan.
Tentu, kita menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan pertolongan
Allah hanya bagi mereka yang selalu sedia menolong sesamanya. Begitulah… Keluarga
Ayyub telah meninggalkan hikmah ini. Keluarga Ayyub pula yang telah menemukan
kebenaran hikmah ini.
Maka, Imaduddin Zanki dipilih untuk menjadi tujuan setelah
keluarga Ayyub terusir. Selain karena Imaduddin adalah sosok pemimpin yang
berani dan setia menghimpun kekuataan umat Islam sehingga layak memberikan
pengayoman, juga karena seperti yang dikatakan oleh Najmuddin Ayyub, “Karena kami
beberapa tahun lalu mengorbankan jiwa untuk menyelamatkannya. Dan kita meminta
bayaran harganya sekarang.”
Demikianlah Najmuddin Ayyub mengingatkan kepada generasi muda dari keluarga
Ayyub, tentang beberapa tahun lalu. Ya, ‘beberapa
tahun lalu’. Penting bagi setiap generasi baru memahaminya, agar arif dalam
menyambung sejarah pendahulunya.
Rabu, 6 April 2016
Muhammad Irfan Abdul Aziz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar